CATATAN ABSTRAK

Pages

RSS

(Belum ada Judul)

Saat itu ayam jago mulai berteriak dengan nada yang sama ketika matahari mulai muncul. Bandung sedang dilanda gerimis yang seperti sebuah asiran, udaranya dingin, dan kamu pasti akan memakai sejenis baju penghangat, misal jaket. Namun kamu pasti akan senang, karena sudah lama tidak merasakan cuaca di Bandung seperti ini. 
Setelah kamu merasakan suasana jarang seperti ini, tiba-tiba berjumpa dengan kawan, yang sudah lama tidak bertemu. Oh, pasti hari ini doubel indahnya, cucaca yang dingin dan berjumpa kawan lama. Lalu kamu ingin ngobrol denganya, maka diajaklah dia kesebuah Kedai kopi sederhana, dekat kampus.
"Sudah berapa lama kita tak jumpa?" Kamu menatapnya dengan penuh rasa senang dan kangen.
"Hampir 2 tahunan, mungkin". Temanmu itu menjawab sambil tersenyum, yang mengisratkan bahwa dia juga senang.
"Kau tambah cantik. Ah, jangan!" Kamu melihat matanya dan bola mata yang warnanya sangat indah.
"Jangan apa?"
"Jangan aku jatuh cinta lagi ke kamu, Dian"
Gadis itu tersenyum, menundukan kepala, sepertinya Diandra, atau yang lebih akrab dipanggil Dian malu. Sehingga kamu cepat-cepat memanggil pelayan, untuk mencairkan susana.
Pelayan itu menghapiri, membawa buku menu makanan dan minuman. Lalu kamu memberikan kesempatan Diandra untuk memilih menu pertama. Lalu kamu memperhatikan Diandra yang sedang melihat menu makanan dan minuman, bola mata yang indah bergerak ke kanan dan kekiri, dan kamu akan berpendapat sama dengan insting normal laki-laki bahwa dia cantik. 
"Aku ingin memesan Lemon Tea. Kamu memesan apa Ben?" Dia menyerahkan buku menunya ke kamu.
"Kenapa tidak memesan makanannya?"
"Aku sudah makan di rumah, jika kau mau silahkan." Kata Dian.
"Iya, aku pun sudah kenyang. Aku memesan capucino".
Pelayan itu mencatat apa yang dipesan, lalu pergi. Bandung di guyur hujan lagi, bukan gerimis, hujan lebat. Seakan-akan alam mendukung pertemuan ini, karena kamu dan Dian ditawan di kedai kopi itu. Sungguh suatu Anugerah bagi kamu, bisa lama berdua dengannya. Jangan sirik ya kalian.
"Musim hujan ya sekarang? Bandung dingin lagi euy" kamu melipatkan kedua tangan, seakan tangan itu berpelukkan.
"Hahaha... Aku senang Ben, bahwa Bandung kembali lagi seperti ini. Semoga jadi Paris Van Java lagi".
Lalu kamu dan Dian berbincang-bincang tentang masa lalu, otak kalian berdua memutar lagi dengan nostalgia yang pernah dialami dulu. Kenangan yang tidak dapat dijual, atau pun dibeli, kenangan sederhana namun istimewa. Canda dan tawa menghiasi kalian berdua saat itu. Namun saat kamu memandangnya ketika ketawa, ada satu yang ganjil dalam tawanya, kamu merasaka dia sedang berusaha melupakan kesedihan. Namun Dia berusaha untuk menutupi kesedihan itu dari kamu, sebagai yang pernah dekat dengannya, pasti kamu bisa merasakan kesedihan itu, walau dia belum menceritakan, sehingga kamu bertanya-tanya kenapa Dia sedih.
"Waktu itu berapa lama kita menjadi pacar?" 
"Apa?" Dian kaget dengan pertanyaan kamu itu.
Kamu menatapnya dan tersenyum "Berapa lama kita waktu itu pacaran?".
"Kurang lebih satu setengah tahun. Memang kenapa?"
"Kata orang, jika seseorang sudah lama bersama, setidaknya orang itu memiliki kontak batin, bisa merasakan apa yang dirasakan pasangannya, walaupun tidak diceritakan secara lisan".
"Benarkah? Aku tidak percaya. Kita sudah lama tidak bertemu, mungkin kontak batin itu sudah hilang" Dian tersenyum.
"Mungkin iya juga, tapi sisa-sisanya masih ada. Biar aku tebak, kau sedang sedih?"
"Benarkan sudah hilang. Kamu salah, I am Fine."
"Mudah-mudahan firasat aku salah. Semoga saja. Jika kau ingin cerita, aku siap mendengarkan ceritamu, kita memang sudah putus, tapi kita itu sahabat".
"Aku baik-baik saja Ben. kau jangan kawatir, kau yang pernah bilang kalau aku ini wanita yang kuat dan tahan banting. bukan begitu?"
Kamu tersenyum, memang benar waktu itu kamu pernah berucap seperti itu pada Diandra. "Tapi, kau tetap wanita yang diciptakan hatinya lembut oleh sang Pemilik Bumi ini".
"Okey, aku jujur. Memang saat ini hatiku sedang kacau, tapi bukan sedih, mungking hanya sedikit kecewa, dan sedikit emosi".
"Jika kau tidak keberatan, bolehlah sedikit cerita padaku".
"Terimakasih kau masih tetap baik padaku dan peduli".
"Jangan ucapkan terimakasih, bagaimana pun kau pernah mengisi kesenanganku ketika kita bersama. silahkan lah kau bercerita, semoga aku menjadi pendengar baik".
"Bukan hanya pendengar, tapi kamu harus memberikan pendapat, kalo bisa cari solusi.".
"Siap Garak!!!"
Dian sepertinya malu untuk memulai bercerita, dia sedang berfikir, namun kamu setia menunggu ceritanya dengan sabar, tidak mendesak dia bercerita segera mungkin. sampai dia sendiri bersiap untuk bercerita.
"Begini Ben. Aku suka pada seorang laki-laki, tapi dia tidak peka dengan perasaanku, dan aku juga tau dia tidak suka padaku. aku yakin perasaanku ini tidak salah, karena jatuh cinta itu adalah sebuah anugerah dari Allah SWT. Makanya aku ungkapkan apa yang aku rasakan ini padanya, semuaku curahkan padanya..."
"Bagus dong, kamu adalah pelopor emansipasi wanita, yang di orasikan oleh Ibu Kita, Kartini. wanita yang berani mengungkapkan perasaannya pada seorang Pria" kamu memotong pembicaraan Dian.
"Hehehe... kamu ini memotong pembicaraanku".
"Maaf. Silahkan teruskan".
"Setelah aku ungkapkan semua perasaanku, dia tidak menerimaku, aku tetap tenang, sedihpun tidak ada. menurutku yang penting hati ini tenang sudah itu cukup. aku pun tidak pernah terpikir untuk jadi pacarnya sekarang ini, atau mendapatkannya. menjadi sekarang pun sudah cukup, menjadi teman", dia menarik nafas, dan mehembuskannya sangat pelan, seakan untuk sekedar menghilangkan sedikit rasa beban yang ada dipundaknya.
"Terus masalahnya dimana Diandra?"
"Disinilah maslahnya Ben. Ternyata Laki-laki itu bercerita apa yang aku bicarakan, tentang perasaanku padanya, pada mantannya. dan kamu harus tahu, mantanya itu adalah teman dekatku. ini yang aku merasa menjadi masalah, aku jadi tidak enak hati pada temanku ini. Okey, memang temanku mungkin tidak apa-apa, tapi tetep perasaanku tidak enak".
"kamu tahu darimana, kalau dia cerita pada mantannya?".
"Tuhan yang memberi tahu, lewat kebetulan. mungkin bukan kebetulan tapi takdir aku harus tahu. untung saja temanku sangat baik, dia menemuiku dan bermain denganku seolah-olah tidak terjadi apa-apa, malahan seakan-akan tidak tahu apa-apa".
"Bagus kalau begitu, tidak jadi masalah kan?".
"Tetap aku jadi tidak enak hati pada temanku, mungkin bisa jadi dia sudah tidak ada perasaan pada laki-laki itu. namu tetap saja, aku merasa tidak enak hati. untung temanku baik, jika dia bersifat pendendam atau arogan, bisa sajakan aku musuhan. Aku lebih memilih persahabatan dari pada cinta. Sahabat lebih berarti, Sahabat selalu akan ada tanpa kata putus. Seperti kau dulu memutuskanku karena memilih sahabat", Dian menunjukmu dengan telunjuknya.
"Hahaha... kau masih ingat hal itu. kenapa kau tidak memarahi laki-laki itu?".
"Akh... rasanya ingin sekali seperti itu, tapi tidak bisa. setiap lihat wajahnya, jujur aku merasa tenang dan sejuk. Mana tega aku memarahinya, aku lemah dihadapannya. dan jujur juga aku kecewa dengan sikapnya yang ini. mau emosi tapi tidak bisa, karena sayang. mungkin".
Hujan mulai berhenti, matahari mulai menyinari Bandung, khususnya Bandung timur.
"Yang membuatku penasaran, kenapa dia cerita ke mantannya yang notabenya sahabatku sendiri. apa latar belakang dia cerita? kadang aku suka emosi dan sekaligus penasaran" kata Dian.
"Aku juga tidak tahu. tanyakan lah pada orangnya".
"tidak berani. etah mengapa aku jadi pencundang seperti ini, yang menanyakan saja tidak berani. dulu saat denganmu aku berani, menanyakan apa pun".
"Hahaha... kau harus tenang, itu yang aku bisa ucapkan. mungkin suatu hari dia akan cerita apa alasannya cerita kemantannya, atau Tuhan yang akan memberitahumu, kalau itu takdir jika kau harus tau".
"Mudah-mudahan dia cerita. Terimakasih sudah mendengarkan ceritaku", Dian tersenyum pada kamu.
"Sama-sama" kamu pun membalas senyuman Dian.
Tidak tersa waktu menunjukan pukul 08.30 wib, kamu harus cepat-cepat ke kampus untuk mengikuti matakuliah dan kembali menjadi mahasiswa yang mendengarkan ocehan dosen, walau itu membosankan. sedangkan Dian, harus pergi menemui Dosen yang sebelumnya sudah janjian. kamu dan Dian keluar dari kedai kopi, setelah membayar. tadinya kamu yang akan meneraktir, tapi Dian lah yang duluan membayar. Sehingga tetep uangmu awet. ketika kamu tanggahkan kepalamu pada awan, terilhat pelangi yang begitu indah, dengan lengkungan sempurna. sebelum masuk ke kampus, kamu melihat Dian masuk ke Angkot. lalu kamu berlari menuju gedung, karena sudah telat 15 menit.
Sebelum berpisah dengan Dian, ia berkata "Semoga kita jumpa lagi, dan bisa ngobrol seperti ini. aku senang dan rindu seperti ini".
"Berdoalah Diandra. asal kau tahu, aku juga senang".
Terimakasih Diandra untuk hari ini, aku puas melihat wajahmu, senang melihat tawamu, melihat bola matamu, mendengar suaramu, aku senang semuanya yang ada dalam dirimu. 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.